Hari Selasa, 18 Juni 2019 pukul 17.00 aku berada di sebuah terminal di kota Yogyakarta. Seperti biasanya aku ditemani Yosar, akan segera pergi ke ibu kota Provinsi Jawa Timur untuk suatu hal.
Tidak ada yang aneh di tempat ini. Semua orang berlalu lalang dengan membawa berbagai beban di pundak, di tangan, dan di punggung. Semua aktivitas tampak normal dan biasa-biasa saja. Akupun menikmati hari itu sambil ngobrol ngalor-ngidul dengan Yosar.
Kita sampai di dalam bus yang masih nampak belum penuh, dan kemudian memilih tempat duduk yang pas dan nyaman. "Jangan terlalu belakang ah, deket WC, bau!" kataku. Yosar tersenyum dan menunjuk satu pasang kursi yang masih kosong. "Di sini aja ya..." lalu akupun memilih tempat duduk di pojok dekat dengan jendela. Yosar menyusulku dan dia membantuku menyusun tas-tas dan segala keperluan yang kami bawa. Kami menyiapkan cemilan yang mungkin saja kami butuhkan selama di perjalanan nanti, dan tidak lupa kami berdoa bersama sebelum bus mulai menginjak gas meninggalkan kota Yogyakarta.
Rupanya, kita harus menunggu agak lama karena bus masih belum penuh. Yosar memainkan ponsel-nya dan akupun memandang ke arah luar bus. Mataku memandang dari sudut ke sudut terminal itu. Hari sudah hampir gelap, namun masih banyak orang berlalu-lalang dengan raut muka yang beraneka ragam. Ada yang sedang beradu argumen dan tampak kesal, karena mungkin ketinggalan bus. Ada yang tampak sedang kebingungan mencari-cari bus, dan ada pula yang masih diam terpaku dengan ponselnya entah hendak menghubungi siapa. Aku juga melihat satu keluarga yang hendak mengantarkan anaknya pergi (entah kemana), mereka mendekap erat si anak, dan mencium kedua pipinya sambil menepuk punggungnya sembari mengucapkan nasihat-nasihat. Aku tertegun. Dalam hati berkata "sibuknya tempat ini".
Tak berapa lama, pandanganku teralihkan dengan seseorang yang sedang duduk di depan sebuah shelter bus. Nampaknya ia baru saja sampai di kota Yogyakarta. Ia sedang menggunakan ponsel-nya dengan serius dan menekan tombol-tombol ponsel itu dengan sekuat tenaga dan memindahkan ke telinganya. Dia sedang mencoba menghubungi seseorang. Namun tak lama, dia menekan kembali tombol itu dan berusaha menghubungi kembali. Kuperhatikan setiap geraknya dan baru tersadar bahwa orang itu menitikkan air mata yang kemudian ia seka dengan lengan bajunya. Pandanganku menajam, seolah ingin tahu apa yang terjadi kepadanya, ya sekalipun aku tidak mengenalnya. Saat itu aku melihat bahwa dia menahan tangis, entah tangis itu untuk siapa. Tak lama ia bergegas pergi dan menghilang dari pandanganku dengan terus menekan tombol di ponselnya.
Aku menghembuskan nafas, dan kembali memandang sekitar, kali ini aku memandang sekeliling orang yang berada di dalam bus sambil memeriksa apakah sudah terisi penuh atau belum. Yosar masih disibukkan dengan ponselnya. Kemudian aku berusaha untuk memejamkan mata, padahal aku tidak merasa ngantuk. Hanya ingin memejam saja. Tak berapa lama aku mendengar seseorang di belakangku sedang menelpon. Dari gaya bicaranya, nampak bahwa ia sedang menelpon suaminya. Ia memberi kabar bahwa ia sudah akan berangkat. Aku merasa sedikit terganggu, karena si ibu menelpon dengan suara yang keras, bahkan sampai suara orang di seberang telponnya juga terdengar olehku. Aku mengernyitkan dahi dan menyenggol tangan Yosar, tanda aku tak nyaman dengan keadaan itu. Yosar memandangku dan menunjukkan isyarat dari tangannya supaya aku tetap tenang dan menghormati si ibu itu yang akan bertemu dengan keluarganya. Dalam percakapannya di telpon tersebut, si ibu nampak begitu senang karena akan bertemu dengan orang yang ia cintai. Ia begitu bersemangat menceritakan apa saja yang sudah ia siapkan untuk suami dan anak-anaknya. Di akhir percakapan itu, ia berkata "Yah, nanti jangan lupa ya jemput ibu jam 01.00 pagi di Terminal Bungurasih. Ayah tunggu di pinggir jalan aja ya, nanti kalo masuk ayah bingung nyari ibu dimana."
Dari percakapan dan semua hal yang baru saja ku alami, aku menyadari satu hal, bahwa terminal, stasiun, bandara, dan pelabuhan, adalah sebuah tempat yang menyimpan berbagai perasaan. Perasaan ditinggalkan, meninggalkan, dan bertemu kembali. Sebuah tempat di mana kita akan meninggalkan seseorang yang kita cintai, sekaligus tempat di mana kita akan bertemu kembali. Ketika kita meninggalkan seseorang di terminal/ stasiun/ bandara/ pelabuhan untuk waktu yang lama, kita tidak pernah tahu bagaimana perasaan orang yang kita tinggalkan itu. Tetapi aku yakin, di tempat itulah kalian akan bertemu kembali. Melepas segala kerinduan, kekesalan, kekecewaan, maupun kebahagiaan bukanlah hal yang mudah. Namun di tempat ini aku melihat bahwa semua perasaan bisa tertuang.
-APV-
0 comments:
Post a Comment